Rabu, 27 Oktober 2010 | 13:34 WIB
AP/Gembong Nusantara
TEMPO Interaktif, Sleman - Wedhus gembel atau awan panas Gunung Merapi mencapai 600 derajat celcius. Awan panas itu mengandung bermacam-macam material berupa berupa batu, kerikil, pasir, abu dan gas vulkanik. Material itu meluncur mengikuti morfologi lereng dan gas vulkanik yang bertekanan tinggi bergerak secara turbulen.“Luncuran kencang itu karena tekanan gas sangat kuat, kecepatannya mencapai 300 kilometer per jam,” kata IGM Agung Nandaka, Kepala Seksi Metode dan Teknologi Mitigasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPTTK) Yoyakarta, Rabu (27/10).
Dalam buku tentang erupsi Merapi disebutkan Merapi memiliki dua lapangan solfatar Gendol 800 derajat celcius dan Woro 500 derajat celcius. Kedua lapangan solfatar itu melepaskan gas dengan komposisi H2O yang mencapai 90 persen mol pada status aktif normal. Sisanya merupakan senyawa gas SO2, CO2, H2S, CO, HCI dan H2O2 dan CH dalam kadar yang relatif kecil.
Akumulasi gas SO2 yang dilepaskan Merapi mencapai 300 ton per hari pada saat erupsi. Gas vulkanik pasca erupsi 2006 menunjukkan gas vulkanik memiliki kadar HO sebesar 90 persen mol.
Sedangkan abu vulkanik dengan ukuran tidak lebih dari 2 milimeter merupakan salah satu fragmen material yang dilontarkan selama proses erupsi. Abu vulkanik merupakan bagian dari tephra, istilah yang mengacu pada semua fragmen batuan vulkanik tanpa melihat ukurannya yang terlontar ke udara waktu letusan eksplosif. Pada erupsi 1930, abu Merapi sampai ke Pulau Madura. Sedangkan di Kota Yogyakarta terjadi hujan lumpur.
Karena panas dan kecepatannya luar biasa, kata Agung, sulit bagi warga yang berada di 5 kilometer dari puncak Merapi bisa melarikan diri. Kecuali jika para warga sudah mengungsi sebelum terjadi luncuran awan panas.
Dari visualisasi yang ditunjukkan pada erupsi 2006, sangat luar biasa indah. Wedus gembel membumbung tinggi dengan kepekatan yang tinggi. Awan panas yang bergumpal-gumpal itu baru terurai jika terhembus oleh angin.