Para calon pengantin kini lebih kreatif dan bebas dalam menentukan gaya foto prewedding mereka. Tak lagi harus formal dan konservatif. Jarum masih menunjukkan pukul 02.30 pagi. Saat sebagian orang sedang terlelap menikmati waktu istirahat, Ririana Nindra justru sibuk dirias. Dokter muda itu bukannya hendak diwisuda. Dia sedang bersiap-siap menjalani sesi pemotretan prewedding (prapernikahan) bersama Johan Kartayana, yang kini telah resmi menjadi pasangan hidupnya. Persiapan Riri, sapaan akrab Ririana, dan Johan tergolong matang. Riri sudah menyiapkan enam potong pakaian, termasuk sebuah gaun dan baju kasual. Sementara Johan membawa serta empat potong pakaian yang terdiri atas dua jas dan dua potong baju kasual. Pukul 05.30 pagi, saat matahari belum juga terbit, mereka sudah bertolak menuju Taman Bunga Nusantara (TBN) di kawasan Puncak, Bogor. Tempat wisata itu menjadi lokasi pertama mereka untuk melakukan pemotretan. Karena setelah itu, keduanya mereka masih harus menuju kawasan Kuningan dan Sudirman untuk menjalni sesi pemotretan berikutnya. Semuanya dilakukan hanya dalam waktu satu hari. “Persiapannya dari jam setengah tiga pagi, dan baru selesai pukul satu dini. Seharian kami jadi model,padahal biasanya kami berdua paling enggak suka difoto. Meski lelah, tetap mengasyikkan,” cerita Johan. Dengan persiapan matang dan kegiatan padat, ternyata adegan atau pose yang diambil tak seheboh yang dibayangkan. Di tempat pertama, tak ada pose “mewah”. Si fotografer hanya menangkap peristiwa- peristiwa sederhana Riri dan Johan saat mereka berjalan sambil berpegangan tangan atau bercengkrama. Saat pengambilan gambar di seputar kawasan Sudirman,si fotografer mengambil gambar di pinggir jalan dekat sebuah plaza di kawasan Thamrin. Hasil foto berbentuk siluet dengan kerlipan cahaya dari lampu jalanan dan mobil itu pun terlihat indah dan personal. “Kami memang ingin konsep yang santai dan natural. Enggak mau yang ribet,” ucap Johan yang juga seorang dokter. Konsep pemotretan prewedding Johan dan Riri sedang disukai kalangan muda yang ingin melangsungkan pernikahan. Konsepnya simpel, intim, dan mengungkap karakter dari kedua calon pengantin. “Lebih mengarah ke pose-pose yang fun, ringan, dan menggambarkan karakter mereka,” ucap Tito Rikardo, fotografer Uppermost Photography. Menurut Tito, kebanyakan klien yang datang kepadanya memang tak membawa konsep foto tertentu. “Mereka biasanya hanya mengatakan ingin difoto seperti apa. Nanti kami yang menerjemahkan. Tapi kebanyakan memang jadinya pose yang sederhana dan personal,” kata Tito yang mendirikan Uppermost bersama dua fotografer lainnya, Sigit Prasetio dan Donovan Dennis. Pasangan lain yang juga menolak bergaya formal saat melangsungkan foto prewedding adalah industrial designer Michael Adinugroho dan guru pre-school Regina. Keduanya memilih untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa manis mereka sebagai couple. Pose-pose yang fun dan spontan. “Kami inginnya catch the moment. Regina kan orang Filipina yang tinggal di Selandia Baru. Hanya sedikit keluarganya yang datang di pernikahan kami di Jakarta. Jadi kami ingin tunjukkan foto-foto dengan momen spontan itu ke keluarga mereka,” cerita Michael atau Meeko. Alih-alih menampilkan lanskap alam, Meeko maupun Regina malah memilih lokasi kawasan perkotaan. Total ada lebih dari lima lokasi yang digunakan, antara lain kawasan Kota Tua, Bumi Serpong Damai (BSD), Bundaran Hotel Indonesia, halte bus, di tepi jalan, hingga lapangan parkir. “Lanskap perkotaan sengaja saya pilih untuk menunjukkan Indonesia juga punya gedung dan jalan yang bagus. Buktinya banyak yang memuji foto kami,” katanya senang. Senada dengan Johan dan Riri, karena melakukan sesi foto di luar ruangan, Meeko dan Regina harus meluangkan waktu serta tenaga ekstra, mengingat lokasi pemotretan yang berpindah-pindah. Dari pukul 04.00 pagi, mereka sudah sibuk berfoto di kawasan Kota Tua, termasuk di Stasiun Kota dengan backgroundkereta api. Sesi foto baru berakhir menjelang pukul 01.00 dini hari di Bundaran HI dan halte busway tak jauh dari situ. “Kami juga sempat main kucing-kucingan sama satpam di kawasan Karawaci. Akhirnya kami berfoto sambil sembunyi-sembunyi,” ucap Meeko. Bagaimana soal harga? Diakui Meeko, paket prewedding yang dipilihnya cukup mahal. “Biaya untuk videografer hanya sepertiga dari biaya foto ini. Tapi memang, saya lebih mengutamakan foto daripada video karena foto lebih sering dilihat,” tandas Meeko. Di Uppermost Photography, misalnya, paket yang ditawarkan berkisar dari Rp25 juta, Rp30 juta, hingga Rp50 juta untuk sesi foto dalam sehari. Yang didapat, sekitar 30-80 foto prewedding dan 300-700 foto wedding yang breathtaking dan indah. Juga wedding story book, canvas, dan DVD. Ya, kalau pasangan calon pengantin sudah punya mau, halangan apa pun bisa diatasi. Seperti kata Johan,” Saya sebenarnya tidak suka difoto. Tapi untuk kenangan seumur hidup, mengapa tidak?” Sumber : okezone.com |
Rabu, 02 Februari 2011
Membingkai Kenangan dalam Foto Prewedding
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar