Jakarta - Gunung Merapi memiliki kecenderungan membentuk kubah lava setelah bererupsi. Hal itu
bisa dilihat dari letusan Merapi apda 2006 yang meninggalkan kubah lava baru. Namun
pada letusan 2010 ini, terlihat perubahan tipe letusan.
Vulkanolog Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta Dr Eko Teguh
Sampurno, menjelaskan, kandungan gas dalam magma Merapi yang banyak membuat tipe letusannya menjadi berubah.
Berikut ini wawancara detikcom dengan penulis desertasi Karakter Lahar Gunung Api
Merapi sebagai Respons Perbedaan Jenis Erupsi Sejak Holosen ini, Jumat (5/11/2010).
Letusan Merapi kali ini bertipe vulkanian karena letusan berikutnya jauh lebih dahsyat?
Memang ada perubahan tipe letusan. Karena ada energi yang cukup maka bisa membersihkan kubah lava. Tidak hanya menyusupkan magma, tapi melontarkan. Ini karena energinya yang terakumulasi. Perubahan tipenya karena dinamika magma yang mengandung semakin banyak gas.
Tipe letusan Merapi memang dalam sejarahnya ada perubahan mengalirkan lava, membentuk kubah, erupsi letusan. Dan memang ada siklusnya. Jadi sekian tahun kubah, sekian tahun eksplosif, sekian tahun berubah lagi. Ini siklus gunung strato (tinggi dan mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras).
Pada suatu gunung ada siklus pertumbuhan gunung api. Ada periode yang erupsinya banyak lava mengalir, bentuk kubah, dan sebagainya. Sifatnya bisa saja berubah-ubah, namun tidak berarti sangat cepat. Tipe strato, seperti kebanyakan gunung di Indonesia memang begitu.
Mengapa letusannya kali ini eksplosif vertikal?
Ini karena kekentalan lava dan energi yang terkandung. Tekanan gas yang sangat kuat membuat semburannya vertikal, semua ke atas. Seperti botol yang punya satu lubang ke atas. Tapi saya lihat ini ada bukaan di selatan. Jadi selain vertikal ada hembusan yang ke selatan.
Kegempaan yang terjadi, seperti tremor dan gempa vulkanik di sekitar Merapi merupakan tanda ada energi dari magma yang akan menuju kawah di puncaknya.
Tipe letusan gunung mengikuti sejarahnya. Adakah sejarah letusan Merapi yang katastrofik?
Memang pernah terjadi letusan besar, hanya saja bukan dalam sejarah modern. Letusan katrastofik itu artinya menghancurkan tubuhnya, seperti Gunung Krakatau. Nah, Merapi ini tidak pernah menghancurkan tubuhnya sendiri.
Yang pernah terjadi adalah erupsi sampai sebagian tubuhnya sliding, geser atau longsor. Merapi itu ada Merapi tua (60.000-8000 tahun lalu), pertengahan (8.000-2.000 tahun lalu) dan baru (2.000 tahun lalu-sekarang). Merapi yang kita kenal sekarang ini adalah Merapi baru.
Berdasar level Volcanic Explosivity Index (VEI), apakah letusan Merapi kali ini termasuk katastrofik?
Kalau materialnya jumlahnya 60 juta meter kubik. Artinya itu 0,06-0,1 km kubik, dan indeks erupsi level 4. Skala itu belum katastrofik. Kalau sudah mencapai level 6 atau 7 itu baru katastrofik. Merapi ini biasanya di VEI 2 atau 3. Saat ini sudah yang termasuk tingginya versi Merapi.
Gunung yang pernah VEI level 6 itu adalah Krakatau yang meletus pada 1883 dengan mengeluarkan 18 km kubik magma. Sedangkan yang VEI 7 adalah letusan Tambora pada 1815.
Gunung yang sering meletus akan memiliki skala VEI rendah dan sebaliknya gunung yang jarang meletus memiliki skala VEI tinggi.
Letusan besar kali ini karena bagian dari siklus letusan besar Merapi?
Sebenarnya Merapi itu memang cukup sering meletus. Saya rasa ini siklus 100 tahunan yang menyimpang atau lebih cepat 20 tahun. Karena pada tahun 1930 ada letusan Merapi yang besar.
Ada akumulasi gas di tubuh Merapi sehingga volume magma menjadi lebih besar. Karena itu energinya juga banyak.
Keasaman magma berbanding lurus dengan kekentalannya. Semakin asam magma, maka semakin kuat kemampuannya menahan gas. Semakin dalam waduk magma maka semakin besar erupsinya. Merapi ini masih untung karena kantong magmanya tidak terlalu dalam, kedalamannya sekitar 2,5 km dari puncak.
Badan Geologi Kementerian ESDM menyatakan material yang dikeluarkan Merapi mencapai hampir 100 juta meter kubik. Ini ancaman lahar dingin?
Material didistribusikan relatif merata. Kalau ada hujan, maka akan menjadi material lahar. Akan mengalir ke semua kali yang berhulu di Merapi, dan kalau banyak akan mengalir juga hingga Kali Code di Yogyakarta. Yang jelas, di mana ada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terisi hasil erupsi maka akan ada lahar. Endapan lahar akan memenuhi sungai.
(vit/asy)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar